Pengawasan berasal dari terjemahan
Bahasa Inggris yaitu monitoring atau supervision, sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah: Penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya
perusahaan. Sedangkan menurut penjelasan pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 yang dimaksud pengawasan dalam pasal tersebut adalah pengawasan yang
tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian,
analisis dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung (pemeriksaan yang
disusul dengan tindakan perbaikan).
Pengawasan tidak langsung (off site
supervision) melakukan pengawasan kondisi bank secara individual, kelompok
maupun keseluruhan dengan menelaah berbagai laporan yang oleh perbankan dengan
tujuan untuk menilai apakah peraturan yang ditetapkan, asas usaha bank dan
perkreditan yang sehat telah dipatuhi dan dilaksanakan secara konsisten dan
lain-lain.
Pengawasan langsung (on site
Supervision) melakukan pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan secara
menyeluruh dilakukan secara berkala setahun sekali untuk mengetahui kondisi
bank secara langsung berdasarkan data dan dokumen yang dipelihara oleh bank,
sekaligus menguji kebenaran dan konsistensi pembuatan laporan yang disampaikan
kepada otoritas pengawas bank. Selain itu juga pemeriksaan khusus yang
memfokuskan pada pemeriksaan kredit dan aset berisiko lainnya atau usaha lain
yang menurut pengawas perlu diperhatikan atau berpotensi menimbulkan masalah.
Perbedaan
prinsip antara bank konvesional dan bank syariah sehingga lembaga yang
melakukan pengawasan terhadap bank syariah pun berbeda. Lembaga-lembaga
tersebut antara lain:
1.
Dewan
Komisaris
Dewan
Komisaris sebagai organ perseroan memiliki tanggung jawab yang sudah jelas
diatur dalam undang-undang,tanggung jawab ini bertujuan agar dewan komisaris
melakukan fungsi pengawasan dengan itikad baik,kehati-hatian,dan bertanggung
jawab.Jumlah dewan komisaris paling kurang 3(tiga) orang dan paling banyak sama
dengan jumlah Direksi,terdiri dari komisaris dan komisaris independen.
Tugas dan wewenang Dewan Komisaris
pada perbankan sebagaimana diatur dalam PBI-2009, antara lain:
(1) Dewan
komisaris wajib melakukan pengawasan atas terselenggaranya pelaksanaan GCG
dalam setiap kegiatan usaha BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
(2) Dewan
komisaris wajib melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi,serta memberikan nasihat
kepada Direksi.
(3) Dalam
melakukan pengawasan, Dewan komisaris wajib memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan stategis BUS dan Dewan komisaris dilarang terlibat dalam
pengambilan keputusan kegiatan operasional BUS, kecuali pengambilan keputusan
untuk pemberian pembiayaan kepada Direksi sepanjang kewenangan Dewan komisaris
tersebut ditetapkan dalam Anggaran Dasar
BUS atau dalam Rapat Umum Pemengang Saham.
(4) Dewan
Komisaris wajib memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit
dan/atau rekomendasi dari hasil pengawasan Bank Indonesia,auditor intern,Dewan
Pengawas Syariah dan/atau auditor ekstern.
(5) Dewan
Komisaris wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya,baik itu pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan
dan perbankan maupun suatu kondisi yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha
BUS
(6) Dalam
rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan
komisaris wajib membentuk Komite Pemantau Risiko,Komite Remunerasi,dan
Nominasi,dan Komite Audit.Pengangkatan anggota komite ditetapkan oleh Direksi
berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(7) Dewan
Komisaris wajib memastikan bahwa komite yang telah dibentuk menjalankan
tugasnya secara efektif dan wajib memiliki pedoman dan tata tertib
kerja.Pedoman dan tata tertib kerja komite harus dievaluasi dan dilakukan
pengkinian secara berkala,dan pedoman dan tata tertib kerja ini sifatnya
mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris .Dalam pedoman dan tata tertib ini
harus mencatumkan waktu kerja dan pengaturan rapat.
(8) Dewan
komisaris wajib menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jwabnya secara optimal.Minimal rapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 2
(dua) bulan dan wajib dihadiri paling kurang oleh 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah anggota Dewan Komisaris.
(9) Rapat
Dewan Komisaris wajib dipimpin oleh Komisaris Utama.Jika Komisaris Utama
berhalangan hadir maka rapat Dewan Komisaris dapat dipimpin oleh salah seorang
anggota Dewan Komisaris.Seluruh keputusan Dewan Komisaris yang dituangkan dalam
risalah rapat merupakam keputusan bersama seluruh anggota Dewan Komisaris dan
hasil rapat Dewan Komisaris wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik.Jika
terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinions) atas hasil keputusan rapat
Dewan Komisaris ,maka perbedaan pendapat tersebut wajib dicantumkan secara
jelas dalam risalah rapat berserta alasannya.
2.
Dewan
Direksi
Dewan
Direksi memiliki fungsi utama dalam manajemen,yakni menetapkan tujuan stategis dan prinsip-prinsip yang akan
dijadikan sebagai acuan lembaga keuangan islam. Untuk itu Bank Indonesia secara
spesifik mengatur tugas dan tanggung jawab
dewan direksi dalam PBI 2009,antara lain:
(1) Direksi
bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan BUS berdasarkan prinsip
kehati-hatian dan prinsip syariah.
(2) Direksi
wajib mengelola BUS sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana
diatur dalam Anggaran Dasar BUS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Direksi
wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usaha BUS pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi,Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit dan/atau
rekomendasi dari hasil pengawasan Bank Indonesia,auditor intern,Dewan Pengawas
syariah dan/atau auditor ekstern.
(4) Dalam
rangka melaksanakan GCG, Direksi wajib memiliki fungsi paling kurang:a.Audit
Intern; b.Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; dan c.Kepatuhan.
(5) Direksi
wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemengang saham melalui
rapat umum pemengang saham.
(6) Direksi
harus mengungkap kepada pegawai kebijakan BUS yang bersifat stategis di bidang
kepegawaian.
(7) Anggota
Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain mengakibatkan
pengalihan tugas dan fungsi Direksi.
(8) Direksi
hanya dapat menggunakan jasa konsultan,penasihat,atau yang dipersamakan dengan
itu sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.Proyek bersifat khusus
yang sangat diperlukan untuk kegiatan usaha BUS; b.didasari oleh kontrak yang
jelas yang sekurang – kurangnya mencakup tujuan,ruang lingkup kerja,tanggung
jawab,jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dan biaya;dan c.konsultan merupak
pihak independen yang professional dan memiliki kualifikasi yang cukup untuk
melaksanakan proyek secara efektif dan efesien.
(9) Direksi
wajib menyediakan data dan informasi yang akurat,relevan dan tepat waktu kepada
Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah.
(10) Setiap
anggota Direksi wajib memiliki kejelasan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
bidang tugasnya.
(11) Direksi
wajib memiliki pedoman dan tata tertib yang bersifat mengikat bagi setiap
anggota Direksi.Pedoman dan tata tertib kerja paling kurang mencantumkan;
a.waktu kerja; b.pengaturan rapat.
(12) Setiap
keputusan Direksi bersifat mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota
Direksi.
(13) Setiap
kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat Direksi.Hasil
rapat Direksi wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan
denganbaik.Dalam hal terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinions) atas
hasil keputusan rapat Direksi,maka perbedaan pendapat tersebut wajib
dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat berserta alasannya.
3.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK)
Seperti halnya lembaga
lainnya, Otoritas Jasa Keuangan juga tentunya memiliki tujuan tujuan yang ingin
dicapai dengan mendirikan OJK tersebut. Berikut adalah beberapa tujuan dari
pendirian lembaga ini.
(1) Agar
keseluruhan kegiatan yang ada dalam sektor jasa keuangan tersebut dapat
terselenggara secara teratur, adil, transparan dan juga akuntabel. Dengan begitu
diharapkan akan terjadi peningkatan pada kualitas jasa keuangan menjadi lebih
profesional.
(2) Keberadaan
OJK dapat mewujudkan sistem keuangan yang ada dalam sektor jasa keuangan
tersebut tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
(3) Tujuan
terakhir adalah agar kegiatan yang ada dalam sektor jasa keuangan tersebut
dapat melindungi kepentingan seluruh konsumen
dan juga masyarakat pada umumnya.
Dalam melaksanakan tugas
pengaturan, OJK memiliki beberapa wewenang yang bisa dilakukan. Wewenang
tersebut antara lain adalah:
(1) Menetapkan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini
(2) Menetapkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
(3) Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
(4) Menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
(5) Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
(6) Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa
Keuangan dan pihak tertentu;
(7) Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statute pada Lembaga Jasa
Keuangan;
(8) Menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
(9) Menetapkan
peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
4.
Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Secara
umum pengawasan Bank Syariah dilakukan
oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pembinaan dan pengawasan bank.Namun secara
khusus dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah yang ada di tiap bank yang menjalankan usahanya
berdasarkan prinsip syariah.Dewan pengawas syariah merupakan badan independen
yang bertugas melakukan pengarahan (directing),pemberian konsultasi
(consulting),melakukan evaluasi (evaluating), dan pengawasan (supervising)
terhadap kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan bahwa kegiatan usaha
bank syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip syariah
sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah islam. Adapun tugas dari
Dewan Pengawas Syariah antara lain:
(1)
Menumbuhkembangkan penerapan
nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya
(2)
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis
kegiatan keuangan
(3)
Mengeluarkan fatwa atas produk dan
jasa keuangan syariah
Sedangkan wewenang dari Dewan Pengawas Syariah antara lain:
(1)
Mengeluarkan fatwa yang mengikut DPS
di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum
pihak terkait
(2)
Mengeluarkan fatwa yang menjadi
landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti depkeu dan BI
(3)
Memberikan rekomendasi dan/ atau
mencabut rekomendasi naa-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga
keuangan syariah
(4)
Mengundang para ahli menjelaskan
sautu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk
otoritas moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri
(5)
Memberikan peringatan kepada lembaga
keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan oleh DSN
(6)
Mengusulkan kepada instansi yang berwenang
untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:
(1)
DPS melakukan pengawasan secara
periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
(2)
DPS berkewajiban mengajukan
usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada DSN.
(3)
DPS melaporkan perkembangan produk
dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
(4)
DPS merumuskan
permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah (DPS)
antara lain;
(1)
Memastikan dan mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
(2)
Menilai aspek syariah terhadap
pedoman operasional. Dan produk yang dikeluarkan Bank.
(3)
Memberikan opini dari aspek syariah
terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi
Bank.
(4)
Mengkaji produk dan jasa baru yang
belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
(5)
Menyampaikan hasil pengawasan
syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI
dan Bank Indonesia.
Itulah sekilas informasi
mengenai pengawasan dalam perbankan syariah, kurang lebihnya semoga bisa
membantu.
Comments
Post a Comment