Rumah Adat Limbungan merupakan salah
satu rumah adat Sasak yang masih bertahan sampai saat ini. Rumah Adat Limbungan
ini terletak di Dusun Limbungan Desa Perigi Kecamatan Suela Kabupaten Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat.
Rumah Adat Limbungan ini berdiri sejak ratusan tahun lalu, bahkan ketika
zaman penjajahan Belanda rumah adat ini sudah lama eksis di tempat ini.
Berdasarkan penuturan dari salah satu Tokoh Adat Limbungan menceritakan bahwa
dahulu kala yang pertama kali datang ke tanah Limbungan adalah seorang Tokoh
yang bernama Amaq Mandra. Amaq Mandra inilah
yang memulai kehidupan di tempat berdirinya rumah adat ini atau masyarakat
setempat menyebutnya sebagai Penjuluk yaitu
yang terlebih dahulu datang. Selain itu, Amaq
Mandra ini juga dahulunya merupakan Tunggal
Penguasa yaitu satu-satunya penguasa di tanah Limbungan.
Photo by : Universal Community |
Saat ini, Rumah Adat Limbungan masih kokoh berdiri dengan arsitektur yang
tetap dipertahankan secara turun-temurun. Eksisnya rumah adat yang berdiri di
atas lahan seluas kurang lebih dua hektare ini dikarenakan adanya aturan bahwa
tidak boleh ada rumah modern (selain rumah adat) yang berdiri di atas lahan
tersebut. Adapun jumlah rumah adat yang berdiri di lingkungan rumah ada ini
sebanyak 83 unit dan masih dihuni oleh masyarakat adat setempat.
Masyarakat adat yang tinggal di tempat ini sehari-hari bekerja sebagai
petani dan untuk tambahan penghasilannya beberapa masyarakat juga beternak
sapi. Dalam kehidupan sebagai petani, ada hal yang sacral dalam masyarakat ini
dimana ketika hendak melakukan penanaman ada beberapa aturan adat yang harus
dipatuhi. Salah satu dari aturan adat itu adalah adalah ketika musim tanam tiba
maka yang pertama kali melakukan penanaman adalah Pemangku Adat, apabila
pemangku belum selesai melakukan penanaman maka masyarakat yang lain tidak
boleh melakukannya oleh karena itu ketika Pemangku yang melakukan penanaman di
lahan adat maka semua masyarakat adat harus gotong royong dan ikut serta
membantu semua proses penanaman di lahan adat tersebut. Pemangku adat itu
sendiri merupakan tokoh yang memimpin masyarakat adat di tempat ini.
Baca Juga :
Pada masyarakat adat ini, gontong royong tidak hanya dilakukan untuk
kegiatan pertanian akan tetapi apabila ada anggota masyarakat yang begawe (acara syukuran untuk suatu hal),
meronavasi rumah dan berbagai kegiatan yang membutuhkan tenaga yang banyak maka
masyarakat secara otomatis akan mengerjakan berbagai pekerjaan tersebut dengan
gotong royong. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar bentuk
pemukiman rumah adat dimana rumah-rumah adat ini berbaris berjejer rapi dengan
pintu menghadap ke satu arah. Selain itu, pintu rumah adat yang menghadap ke
satu arah juga bermakna bahwa agar masyarakat ini tetap satu tujuan dan tidak
mudah terpecah belah.
Selain dari bentuk pemukiman yang berbaris rapi dengan pintu yang
menghadap ke satu arah, arsitektur rumah adat ini juga sangat unik dan menarik
dengan berbagai filosofi yang terkandung di dalamnya. Apabila rumah adat ini
dilihat dari luar maka seolah-olah di dalamnya hanya ada satu ruangan karena
bentuknya yang kecil dan pendek. Akan tetapi, apabila kita masuk ke dalam rumah
adat ini maka kita akan menemukan dua buah ruangan yang dimana satu ruangan
berfungsi sebagai ruangan inti (inan bale)
dan di antara ruangan inti yang terletak di bagian dalam dipisahkan dengan
tembok dari bambu yang dianyam dan dihubungkan oleh sebuah pintu dan tangga
mengingat posisi ruangan inti ini berada di tempat yang lebih tinggi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dai bentuk rumah adat ini
yang sedemikian rupa terkadung berbagai filosofi di dalamnya seperti bentuk atap
yang menjulur ke bawah dengan ujung hampir menutupi pintu sehingga atap rumah
ini terlihat pendek dan ketika kita akan masuk maka kita akan menundukkan
kepala agar kepala tidak kena atap. Filosofi dari bentuk yang seperti ini
adalah ketika kita hendak masuk ke rumah maka kita harus sopan, hormat dan
sebagai salam kepada penghuni yang ada di dalamnya. Selanjutnya pada setiap
rumah terdapat lima tangga yaitu dua di pintu luar dan tiga tangga di depan
pintu dalam atau apabila hanya ada satu tangga di luar maka di depan pintu
dalam rumah terdapat empat tangga. Hal ini menunjukkan waktu shalat umat muslim
yang lima waktu karena semua masyarakat adat ini beragama Islam.
Dari bentuk rumah adat yang sudah jelas unik dan
mengandung berbagai filosofi, ada satu hal lagi yang cukup menarik perhatian
apabila kita lihat bangunan ini dari luar. Hal tersebut adalah tanah yang
menjadi lantai dan pondasi dimana lantai yang terbuat dari tanah tersebut
terlihat berwana hitam mengkilat seperti pernah dicat padahal warna tersebut
bukanlah hasil polesan cat seperti yang kita kenal saat ini. Warna hitam
mengkilat yang terdapat pada lantai dan pondasi rumah adat ini dihasilkan dari
campuran beberapa bahan alami seperti kotoran sapi yang digunakan sebagai
lapisan dasar kemudian lapisan selanjutnya dibuat dari campuran getah pohon
jarak yang dicampur dengan ampas kopi sehingga menghasilkan warna hitam
mengkilat.
Mengenai bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumah adat ini bisa
dikatakan bahwa semua bahannya berasal dari alam. Adapun bahan-bahan yang
digunakan seperti ilalang yang disusun sebagai atap, bambu sebagai rangka atap
dan bambu yang dianyam sebagai dinding rumah serta tanah sebagai pondasi dari
rumah adat ini. Meskipun semua bahan rumah ini adat ini berasal dari alam dan
tidak seperti rumah modern saat ini yang menggunakan semen, batu-bata, pasir
bahkan menggunakan beton, rumah adat ini tidak kalah kuatnya dari rumah modern
tersebut. Hal ini bisa dilihat ketika terjadi gempa yang mengguncang wilayah
Pulau Lombok pada tahun 2018, rumah adat ini tidak sedikitpun mengalami
kerusakan.
Semua hal yang melekat pada Rumah Adat dan Masyarakat
Adat Limbungan merupakan hal yang tetap dijaga secara turun temurun. Hal ini
bukan tanpa alasan melainkan seperti itulah petuah dari leluhur yang
mengharuskan masyarakat tetap menjaga warisan adat Limbungan ini. Oleh karena
itu, sebagai generasi muda marilah kita ikut serta menjaga dan mencintai setiap
warisan leluhur jangan sampai berbagai kearifan local yang ditinggalkan oleh
leluhur kita terdahulu hilang begitu saja tergerus modernisasi yang semakin
deras dari hari ke hari.
Lebih jelas tentang kondisi terkini mengenai Rumah Adat Limbungan dan Masyarakatnya silahkan tonton di : Di Balik Eksistensi Rumah Adat Limbungan
Comments
Post a Comment