Desa
Karang Bayan merupakan salah satu dari 10
(sepuluh) desa yang ada di Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa Karang Bayan terdiri dari 5 (lima)
dusun yaitu Dusun Berembeng Timur dengan jumlah penduduk 491 (empat ratus
Sembilan puluh satu) jiwa, Dusun Peresak Barat dengan jumlah penduduk 1.332
(seribu tiga ratus tiga puluh dua) jiwa, Dusun Peresak Timur dengan jumlah
penduduk 1.015 (seribu lima belas) jiwa, Karang Bayan Barat dengan jumlah
penduduk 1.185 (seribu seratus delapan puluh lima) jiwa dan Karang Bayan Timur
dengan jumlah penduduk 1.415 (seribu empat ratus lima belas) jiwa.
Salah
satu hal yang khas dan menarik dari desa ini yaitu masyarakatnya masih memegang
teguh adat istiadatnya. Salah satu bukti bahwa masyarakat ini masih memegang
teguh adat istiadatnya yaitu terdapat lembaga adat yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara
warga.di desa ini.
![]() |
Bale Penangkilan / Photo by : drsm |
Keberadaan
lembaga adat ini ditandai dengan berdirinya tiga bangunan yang terletak di
Dusun Karang Bayan Timur dan berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. Adapun
ketiga bangunan tersebut yaitu Bale
Penangkilan yang digunakan sebagai tempat sidang adat apabila terjadi
sengketa antar warga, bangunan kedua yaitu berugaq
agung digunakan sebagai tempat “roah”
atau syukuran para tetua adat dan
bagunan yang terakhir yaitu pawon atau dapur yang digunakan sebagai tempat
untuk memasak makanan dan minuman yang akan disajikan kepada para warga
ketika sidang adat atau tamu yang
berkunjung serta terdapat sebuah batu yang dipagari dengan bambu yang disebut
oleh masyarakat setempat ina-ina.
Menurut
keyakinan masyarakat setempat batu tersebut merupakan tempat berhaluawat orang Bayan Lombok Utara
untuk meminta kepada yang maha kuasa sehingga terbentuklah Desa Karang Bayan
yang ditandai dengan batu tersebut sehingga masyarakat setempat sampai sekarang
masih menjaga kesakralan dari batu tersebut bahkan mereka percaya bahwa Desa
Karang Bayan merupakan turunan dari Desa Adat Bayan Kabupaten Lombok Utara.
Oleh sebab itu bangunan lembaga adat di Desa Karang Bayan ini mirip dengan
bangunan adat di Desa Bayan Kabupaten Lombok Utara bahkan masyarakat setempat
dulu pernah menerapkan “wektu telu”
seperti di Bayan, namun sekarang sudah tidak lagi.
![]() |
Ina-Ina / Photo by : drsm |
Berdasarkan
keterangan yang disampaikan oleh Bapak Cipto Mangkusumo yang merupakan salah
satu tokoh adat dari Desa Karang Bayan yang ditemui pada tanggal 10 Januari
2020, beliau menyatakan bahwa lembaga adat ini telah ada kurang lebih sejak 500
tahun yang lalu. Dalam lembaga adat ini terdapat Kepala Adat, Penghulu dan Tokoh
Agama yang bertindak sebagai Hakim. Berdasarkan keterangan beliau pula bahwa
pada zaman dahulu lembaga adat ini digunakan untuk menyelesaikan semua sengketa
yang terjadi antar warga Desa Karang Bayan. Hukum adat yang berlaku dalam
masyarakat Desa Karang Bayan yaitu hukum tidak tertulis dengan berdasarkan pada
Hukum Islam.
Namun
sekarang lembaga adat ini tidak lagi digunakan untuk menyelesaikan semua sengketa
atau kasus. Hanya sengketa atau kasus yang menyangkut masalah agama dan
perkawinan yang saat ini masih diselesaikan oleh lembaga adat ini. Sedangkan
sengketa atau kasus lain seperti kasus pencurian dan sengketa tanah
diselesaikan melalui pengadilan tetapi biasanya diselesaikan terlebih dahulu
lewat Kepala Dusun setempat. Apabila tidak mencapai kesepakatan baru
diselesaikan melalui desa dan apabila para pihak belum puas atau tidak mencapai
kesepakatan barulah diselesaikan melalui lembaga peradilan. Hal ini dikarenakan
struktur dari lembaga adat ini belum dibentuk kembali setelah meninggalnya
ketua adat yaitu Bapak Jumanah. Oleh sebab itu apabila terjadi sengketa akan
diselesaikan oleh Kepala Dusun yang merangkap menjadi Ketua Adat dengan
melibatkan Penguhulu dan Tokoh Agama.
Baca juga :
Contoh
kasus yang masih diselesaikan melalui lembaga adat adalah kasus hamil diluar
nikah. Ketika ditemukan kasus hamil di luar nikah, maka pihak perempuan mapun
pihak laki-laki yang dituduh menghamili si perempuan akan di panggil dan
disidangkan di lembaga adat. Para tokoh adat seperti Kadus, Penghulu dan Tokoh
Agama akan menjadi Hakim, dengan disaksikan oleh seluruh warga desa. Kadus, Penghulu
dan Tokoh Agama akan duduk di atas teras bale
penangkilan berserta pihak yang sengketa, sementara para warga akan duduk
di halaman depan bale penagkilan. Pihak
yang disangka kuat telah melakukan pelanggaran ini akan disumpah. Apabila pihak
laki-laki tidak mengakui perbuatannya telah menghamili si perempuan maka si
lelaki maupun si perempuan akan diberikan sanksi adat berupa pengucilan selama
3 tahun. Namun apabila si laki-laki mengakui perbuatannya maka hukumnya yaitu
dinikahkan.
Selama
proses pengasingan ini para pihak yang diasingkan ini tidak boleh pulang
ataupun datang ke Desa Karang Bayan. Bahkan meskipun sudah menikah dengan
laki-laki lain ataupun perempuan lain selama proses pengasingan. Apabila mereka
nekat pulang maka sanksinya akan diusir oleh seluruh warga. Namun disini
diberikan keringan kepada para pihak yang diasingkan untuk pulang atau
berkunjung ke Desa Karang Bayan apabila keluarganya meninggal namun setelah
proses pemakaman selesai maka harus segera meninggalkan Dusun Karang Bayan.
Penjantuhan
sanksi kepada si pelanggar sendiri bukanlah dimaksudkan untuk menghukumnya,
melainkan sebagai upaya membuat ia merasa malu dan untuk mempengaruhi
masyarakat lainnya agar menyadari bahwa melakukan perbuatan melanggar hukum
tersebut merupakan “keberatan batin”. Penerapan sanksi pada prinsipnya
dilakukan dimuka umum dengan maksud menekankan masyarakat yang lainnya agar
tidak ikut melakukan perbuatan melanggar hukum.
Selain
kasus hamil di luar nikah, contoh kasus lain yang masih diselesaikan melalui
lembaga adat adalah kasus yang berkaitan dengan masalah perkawinan. Adapun masalah
perkawinan yang sering terjadi adalah masalah pernikahan beda kasta atau marga.
Perlu diketahui bahwa dalam masyarakat ini terdapat beberapa kasta seperti
kasta Raden, Dende, Baiq, dan Lalu ini disebut sebagai wangse atau para bangsawan yang memiliki
kasta atau kedudukan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya atau orang biasa
yang disebut dengan Jajar Karang.
Apabila
wangse seperti Raden, Dende, Baiq, Lalu menikah dengan Jajar Karang maka mereka akan dinikahkan di bawah bale penangkilan dan akan dikucilkan di
tempat pengucilan yang disebut dengan kampung
karang salah sedangkan jika mereka menikah dengan sesama wangse atau bangsawan atau disebut juga penikahan sepadan maka akan dinikahkan
di atas bale penangkilan. Namun
sekarang sanksi ini sudah tidak berlaku lagi dan ketika terjadi pernikahan beda
kasta maka akan dinikahkan di masjid.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam penyelesaian masalah oleh lembaga adat
Karang Bayan digunakan tiga hukum yaitu hukum adat, hukum agama dan hukum
pemerintah. Penggunaan hukum pemerintah atau hukum yang dibuat oleh pemerintah
yaitu ketika terjadi kasus yang tidak diselesaikan melalui lembaga adat maka
kasus tersebut akan diselesaikan melalui lembaga peradilan yang telah dibuat
oleh pemerintah. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut
merupakan sesuatu yang luar biasa ketika tiga jenis hukum bisa saling berjalan
berdampingan dan semoga tetap bisa eksis dalam menjaga masyarakat agar tetap
harmonis. (drsm/uc)
Sangat bermanfaat š
ReplyDelete